Merangin, Raimas86.info
Bupati Merangin H. Sukur SH, MH akhir-akhir ini getol menertibkan pedagang kaki lima yang notabenenya pedagang kecil yang mencari nafkah untuk menyambung hidup sehari-hari.
Pedagang kaki lima ( PKL) identik orang miskin yang mencari nafkah berjualan di pinggir jalan, Pendapatan PKL Merangin sehari-hari rata-rata Rp. 50.000 - Rp 200.000, uang tersebut di gunakan untuk menyambung kehidupan sehari-hari dan membiayai pendidikan anak-anaknya.
PKL tidak mencemari lingkungan, apa lagi merusak alam Merangin, PKL juga tidak menggunakan bahan berbahaya seperti mercuri / Air Raksa seperti yang digunakan oleh penambang emas Tampa Izin ( PETI).
Menurut dampak kerusakan lingkungan PETI lebih berbahaya dari pada PKL, Dari segi hukum Peti Jelas-jelas melanggar Hukum. masyarakat menilai Bupati Merangin H. Sukur hanya tegas kebawa / PKL yang notabenenya masyarakat kecil.
Ketika di hadapkan dengan Pelaku PETI yang notabenenya pengusaha besar, orang kaya Bupati Merangin H. Sukur Bungkam.
Seakan-akan tidak tau ada kegiatan tambang emas ilegal di Merangin, matanya buta atas kerusakan alam yang terjadi, telinganya tuli tidak dengan kerasnya mesin dompeng dan alat berat yang berbunyi membolak balikkan tanah.
Jika kita melihat dampak buruk dari kegiatan Penambangan emas tanpa izin ( PETI) sangat berbahaya bukan hanya bagi lingkungan , tetapi juga bagi masyarakat sekitar, serta masyarakat yang tinggal serta di bantaran sungai sebagaimana pencemaran Mercuri yang saat berbahaya bagi kesehatan masyarakat Jangkat panjang.
Paparan merkuri dapat terjadi melalui inhalasi uap merkuri, konsumsi makanan yang terkontaminasi, atau kontak langsung dengan kulit. Menurut laporan dari Badan Kesehatan Dunia (WHO), paparan jangka panjang dapat menyebabkan kerusakan saraf, gangguan perkembangan pada anak-anak, serta masalah pada sistem kekebalan tubuh.
Anak-anak dan ibu hamil sangat rentan terhadap dampak negatif merkuri, yang dapat memengaruhi perkembangan otak dan sistem saraf mereka.
Selain dampak kesehatan, merkuri juga memiliki efek yang menghancurkan pada ekosistem. Pembuangan limbah bermerkuri ke dalam sungai dan laut mengakibatkan akumulasi merkuri dalam rantai makanan.
Hal ini berpotensi membahayakan berbagai spesies ikan dan hewan air, yang pada gilirannya berdampak pada kehidupan masyarakat yang bergantung pada sumber daya ini.
Pemerintah dan organisasi lingkungan telah mengintensifkan upaya untuk mengurangi penggunaan merkuri. Konvensi Minamata, yang ditandatangani oleh lebih dari 130 negara, bertujuan untuk mengurangi emisi dan pelepasan merkuri.
Sebuah studi mencatat bahwa 37% emisi merkuri global berasal dari aktivitas penambangan emas tampa izin (PETI) atau tambang emas ilegal. Kondisi ini menjadikan PETI di Merangin ancaman serius bagi kesehatan masyarakat dan lingkungan setempat.
Aktivitas PETI jelas tidak memiliki izin resmi dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan tidak mengantongi Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP-OP), dan BBM solar yang di beli dari sumber yang diduga ilegal, namun kegiatan ini masih berlangsung tanpa hambatan.
Menurut Undang-Undang RI Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, pelaku PETI dapat dijerat dengan Pasal 158 yang mengancam hukuman penjara hingga 5 tahun.
Atas dasar tersebut, di tuntut komitmen polres Merangin untukenertifkan aktivitas penambangan emas Tampa izin. Tidak terkecuali dompeng yang beroperasi di sekitar SMA 7 Merangin ( Kelurahan dusun Bangko).
Sumber: indometro.id